Jakarta, Indonesiawatch.id – Lembaga bernama Tanah untuk Anak Negeri (TUAN) melaporkan mantan Walikota Solo FX Hadi Rudyatmo atau FX Rudy ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu (04/09).
Menurut Koordinator TUAN, Jaka Irwanta, pemerintah kota Solo di era FX Rudy diduga telah merekayasa penerbitan sertifikat hak pakai, untuk mencaplok lahan Taman Sriwedari.
Baca juga:
Diusut KPK Sejak Lama, Kasus Akuisisi Maurel & Prom oleh Pertamina Ternyata Masih Penyelidikan
Padahal, kepemilikan ahli waris beberapa kali sudah dikukuhkan di pengadilan dan BPN. Seperti pengukuhan ke dalam akte jual beli No 10 tanggal 13 Juli 1877 yang dikukuhkan ke dalam Akte Resident Van Surakarta no. 59 tanggala 5 Desember 1877.
Kepemilikian ahli waris atas lahan Taman Sriwedari juga sudah berkekuatan hukum tetap, yakni di putusan Mahkamah Agung (MA) No: 3000-K/Sip/1981, yang menetapkan ahli waris KRMT. Wirjodiningrat berhak atas tanah tersebut.
Secara hukum pada tahun 1987, Pemkot Solo juga sudah mengakui bahwa lahan Sriwedari milik ahli waris. Pihak Pemkot, membayar uang sewa tanah kepada ahli waris. “Itu harusnya pihak Pemkot sudah mengakui lahan Sriwedari milik ahli waris,” ujar Jaka kepada Indonesiawatch.id, (04/09).
Baca juga:
Eks Dirjen Minerba: PP Tambang Ormas Keagamaan Saja Cacat UU apalagi Turunannya Kepmen & Permen ESDM
Beberapa tahun setelah itu, pihak Pemkot Solo kembali berupaya menguasai lahan Taman Sriwedari. Meski demikian pengadilan selalu mengukuhkan lahan tersebut sebagai milik ahli waris.
Bahkan pengadilan pernah meminta agar dilakukan pengosongan, tanah Sriwedari. Putusan No:31/Pdt.G/2011/PN.SKA Jo No:87/Pdt/2012/PT.Smg Jo No:3249-K/Pdt/2012 Jo PK No:478-PK/PDT/2015 menyatakan bahwa tanah dan bangunan objek sengketa seluas 99.889 meter persegi yang terletak di Jalan Brigjen Slamet Riyadi, Kota Solo itu adalah milik ahli waris RMT Wirjodiningrat.
Putusan ini menghukum Pemkot Surakarta untuk menyerahkan tanah dan bangunan tersebut kepada ahli waris.
Lalu Pemkot Solo menerbitkan Sertifikat Hak Pakai yang baru. Pertama sertifikat No. 00041, No. 40, No. 26 dan No.0046. Toh, sertifikat tandingan ini batal demi hukum melalui putusan Pengadilan.
Persoalannya tidak sampai di situ. Selain berupaya mencaplok dengan sertifikat tersebut, Pemkot Solo era FX Rudy membangun pagar keliling, Gedung Kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Gedung Graha Wisata Niaga, Museum Keris, Masjid, dan bangunan lainnya, di lahan eks Taman Sriwedari.
Sementara, status tanah eks Taman Sriwedari bukanlah milik Pemkot Solo, melainkan ahli waris RMT. Wirjodiningrat. “Patut diduga, pemerintah kota Surakarta (Solo), juga membangun di lokasi tanah Sriwedari tersebut menggunakan ABPD, APBN, dan CSR dari berbagai perusahaan BUMN,” dikutip dari laporan TUAN ke KPK.
Misalnya Pembangunan museum keris, anggarannya berasal dari APBN. Ketika itu, peresmian Museum Keris dihadiri Presiden Joko Widodo. Lalu ada pembangunan mesjid di lahan Taman Sriwedari yang anggarannya dari CSR BUMN.
“Itu membangun di tanah orang lain pakai uang negara, itu masuk korupsi. Penggunaan uang negara, tidak pada tempatnya, berarti kerugian keuangan negara,” kata Jaka.
Selain itu, masih dari laporan TUAN ke KPK, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Solo melakukan pungutan uang sewa terhadap pedagang kaki lima (PKL) di Lingkungan Tanah Sriwedari.
“Atas pembangunan bangunan tersebut di atas, ada indikasi merugikan keuangan negara sebagai Tindak Pidana Korupsi bagi pejabat Pemkot Surakarta dan siapa saja yang terlibat,” bunyi laporan TUAN ke KPK.
Indonesiawatch.id sudah berupaya mengkonfirmasi laporan ini kepada FX Rudy. Sayangnya hingga berita ini ditulis, FX Rudy belum merespon.
[red]