Jakarta, Indonesiawatch.id – Mantan Presiden Jokowi pernah melarang anggota direksi dan komisaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menjadi pengurus partai politik, calon legislatif (caleg) hingga calon pimpinan kepala maupun wakil kepala daerah.
Larangan itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2022 Tentang Perubahan atas PP No.45/2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan, dan Pembubaran BUMN. Pada pasal 22 disebutkan bahwa Anggota Direksi BUMN dilarang menjadi pengurus partai politik.
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2022
Sementara, Pemerintah melalui Kementerian BUMN, baru saja menetapkan Simon Aloysius Mantiri menjadi Direktur Utama dan Mochamad Iriawan (Iwan Bule) sebagai Komisaris Utama PT Pertamina (persero) yang baru. Padahal, Simon dan Iwan Bule merupakan Anggota Dewan Pembina DPP Partai Gerindra.
Baca juga:
Pengamat Energi: Jika Dirut Pertamina dari Politisi, Riskan Penyalahgunaan Dana
Simon pernah menjabat sebagai Direktur di PT Nusantara Energy, perusahaan yang terafiliasi dengan Presiden RI, Prabowo Subianto. Ketika Pilpres kemarin, Simon menjabat sebagai Wakil Bendahara Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Menurut Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro, Dirut Pertamina berasal dari politisi adalah hal biasa. Toh, katanya, semua Dirut Pertamina selama ini adalah proksi partai politik tertentu.
Baca juga:
Calon Dirut Pertamina dari Kalangan Politisi, Pengamat Migas: Semua CEO Pertamina Proksi Parpol
“BUMN itu biasanya mau tidak mau, adalah jabatan politik. Jadi kalaupun diisi sama profesional, pasti proksi dari partai politik tertentu,” katanya kepada Indonesiawatch.id, (02/11).
Apalagi untuk Dirut sekelas Pertamina, kata Komaidi, Dirut Pertamina sulit berasal dari internal. “Untuk jadi Pertamina-1, bebannya itu 60% politik, 40% profesional. Aspek politik lebih dominan,” katanya.
[red]