Ancaman Pengkhianat Bangsa CBA: Pertamina Patra Niaga Diminta Jangan Tutup-Tutupi Pemain Gas Elpiji Melon BPMA untuk Rakyat Aceh, Bukan Tangan Oligarki Tambang Migas Guru Besar UIN Jakarta Apresiasi Prestasi Indonesia dalam MTQ Internasional Larangan Pengecer Jual LPG 3 Kg, Mematikan Usaha Akar Rumput Sistem Pertahan & Keamanan Rakyat Semesta: Filosofi Bela Negara atau Bela Oligarki Taipan

Opini

Kurtubi: UU Migas Biang Kerok Produksi Turun, Presiden Harus Terbitkan Perppu

Avatarbadge-check


					Eks Anggota DPR, Kurtubi. (Foto: Tribunnews.com) Perbesar

Eks Anggota DPR, Kurtubi. (Foto: Tribunnews.com)

Jakarta, Indonesiawatch.id – Tak ayal lagi bahwa sektor migas nasional telah salah kelola sejak hadirnya Undang-Undang No.22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas) yang di-endorse oleh International Monetary Fund (IMF) ketika terjadi krisis moneter tahun 1998.

Karena UU Migas sekarang ini, produksi Migas mengalami penurunan yang signifikan selama dua dekade. Investasi dan kegiatan eksplorasi menurun. Produksi minyak turun dari produksi tertinggi 1,7 juta barel per hari (bph) menjadi saat ini di bawah 600 ribu bph, level terendah dalam 50 tahun.

Baca juga:
Impor Migas Gerus Neraca Perdagangan Indonesia

Kesalahan fatal dari para penyusun UU Migas adalah, pertama memindahkan wewenang pengelola Migas (Kuasa Pertambangan) dari perusahaan negara Pertamina, yang dibentuk dengan UU No.44/Prp/1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi dan UU No.8/1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak Dan Gas Bumi Negara.

Kuasa Pertambangan tersebut dipindahkan ke Menteri ESDM ketika itu. Padahal Menteri ESDM adalah pejabat Pemerintah yang tidak eligible atau tidak memenuhi syarat untuk mengelola langsung Migas dan sumber daya alam yang harus dikuasai negara untuk sebesar-besarnya demi kemakmuran rakyat.

Karena Menteri ESDM/ Pemerintah hanya bisa menunjuk perusahaan/ pihak ketiga, seperti misalnya dalam kasus penunjukan British Petroleum untuk membangun Kilang LNG di Papua, dan menunjuk Inpex membangun kilang LNG di Masela yang tidak selesai-selesai selama bertahun-tahun.

Ketika UU Migas baru berusia satu tahun, lewat Majalah Tempo Edisi Oktiber 2002, saya sarankan agar UU Migas ini, dicabut selagi dampak negatifnya, masih pada tahap dini. Sejarah perminyakan mencatat bahwa yang telah terbukti membangun Kilang LNG di Arun Aceh dan di Bontang Kaltim dengan tanpa memakai dana APBN adalah Pertamina.

Kemudian kita ketahui produksi LNG dari Kilang LNG di Papua dijual murah oleh Menteri ESDM/ Pemerintah ke Fujian China dengan kontrak jangka panjang menggunakan formula harga jual yang salah.

Menyalahi Teori Ekonomi Energi dan tidak sesuai dengan formula harga jual LNG Arun dan Badak yang fair, yang dibangun oleh Pertamina. Dari kebijakan yang salah ini, Negara rugi puluhan triliun Rupiah. Sehingga tujuan pengelolaan sumber daya alam, untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat tidak pernah bisa tercapai.

Baca juga:
Lagi! Target Produksi Migas Semester 1 Tahun 2024 Gagal Target

Kesalahan kedua, Tim Penyusun UU Migas minciptakan sistem pengelolaan migas yang sangat buruk dan tidak disukai investor. Karena membebani pajak dan pungutan semasa eksplorasi belum berproduksi, dan proses investasi yang ribet dan birokratik.

Keselahatan ketiga, UU Migas No.22/2001 lewat Putusan Mahkamah Konstitusi No. 36/PUU- X/2012 telah dicabut belasan pasal termasuk membubarkan BP Migas.

Berita Terbaru

Ancaman Pengkhianat Bangsa

8 February 2025 - 05:07 WIB

CBA: Pertamina Patra Niaga Diminta Jangan Tutup-Tutupi Pemain Gas Elpiji Melon

7 February 2025 - 01:16 WIB

Ilustrasi: Gedung Pertamina Patra Niaga.

BPMA untuk Rakyat Aceh, Bukan Tangan Oligarki Tambang Migas

7 February 2025 - 01:06 WIB

Kantor Badan Pengelolaan Migas Aceh (BPMA).

Guru Besar UIN Jakarta Apresiasi Prestasi Indonesia dalam MTQ Internasional

4 February 2025 - 15:10 WIB

Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ahmad Tholabi Kharlie

Larangan Pengecer Jual LPG 3 Kg, Mematikan Usaha Akar Rumput

2 February 2025 - 21:03 WIB

Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi (Foto: dunia-energi.com)
Populer Berita Energi