Jakarta, Indonesiawatch.id – Aksi demonstrasi sebagai bentuk penyampaian pendapat atau kritik terhadap kebijakan pemerintah, adalah bentuk komunikasi politik. Cara ini lazim dilakukan dalam sistem demokrasi.
Manakala, terjadi sumbatan komunikasi politik, akibat adanya upaya pemaksaan kehendak pemerintah yang dipandang inkonstitusional. Tetapi di era pemerintahan Jokowi yang merupakan produk politik reformasi, kerapkali terjadi tontonan kebrutalan polisi menghadapi demonstrasi.
Baca juga:
Situasi Genting! Demonstrasi Dimana-mana, Guru Besar UI Terbitkan Seruan
Polisi selalu tampil sebagai super body yang dapat bertindak melangkahi hukum, dengan dalih menjaga stabilitas keamanan. Dalam berbagai kesempatan demonstrasi kolosal, polisi mengerahkan perlengkapan gas air mata, water canon, tongkat kejut listrik, pentungan dan tameng untuk menghalau massa.
Seperti aksi massa desa wadas, rempang, dago elos dan penolakan undang-undang cipta kerja. Terkini, aksi demonstrasi mahasiswa dan buruh di berbagai daerah, dalam rangka mengawal putusan MK tentang ambang batas perolehan suara parpol untuk mencalonkan kepala daerah.
Bahkan terekam oleh kamera, polisi memukul dan menendang demonstran yang sudah tidak berdaya, akibatnya selalu terjadi korban warga sipil. Polisi juga menangkapi warga sipil pelaku demo dan dijadikan tersangka.
Rentetan aksi kekerasan polisi, tanpa didahului adanya hal-hal yang mengancam keselamatan polisi sebagai justifikasi untuk bertindak brutal, maka patut diduga tindakan represif polisi, didesain secara sistematik dan terorganisasi, demi mengamankan kekuasaan Jokowi.
Baca juga:
Ditembak Gas Air Mata, Dipukul! Amnesty Kecam Tindakan Represif Polisi
Aksi polisi yang amat represif, justru merefleksikan kekuasaan Jokowi yang otoriter. Disisi lain, maraknya tindakan represif polisi dalam menangani aksi domonstrasi, menjadi sinyalemen gagalnya konsep democratic policing.
Mengingat Democratik Policing secara harfiah adalah upaya mengintegrasikan institusi kepolisian dalam sistem demokrasi. Mengubah paradigma anggota kepolisian agar selaras dengan nilai-nilai demokrasi, menghormati hak asasi manusia (HAM), melindungi kebebasan berserikat, media yang lebih bebas.
Mungkin tidak berlebihan jika dikatakan pemerintahan Jokowi sedang mengimplementasikan peran polri seperti Savak di Iran era dinasti Pahlavi.
Sri Radjasa MBA
-Pemerhati Intelijen