Jakarta, Indonesiawatch.id – Sosok Raja Makelar Minyak Riza Chalid, sudah berlumuran minyak sejak era orde baru. Nasib memang berpihak kepada Riza, ketika itu Riza mampu masuk dalam lingkaran kekuasaan Suharto.
Kedekatan dengan keluarga cendana, dipadukan oleh kepiawaian Riza dalam melobby, menjadi modal dasar Riza mampu bertahan, menguasai bisnis sebagai makelar minyak.
Berawal dari Petral Oil anak perusahaan Pertamina, komposisi pemegang sahamnya: 40 persen PT Pertamina (Persero), 20 persen Bob Hasan, 20 persen Tommy Soeharto, dan 20 persen sisanya yayasan karyawan Pertamina.
Ketika terjadi reformasi, keluarga cendana dan pemegang saham lainnya menarik diri dari Petral Oil, selanjutnya berubah jadi Petral dan Pertamina menguasai saham 99,9%.
Tahun 2000, terjadi turning poin, ketika Indonesia tidak lagi pengekspor minyak, tapi pengimport minyak. Momentum ini dimanfaatkan oleh Riza Chalid bersama Rosano Barack, membangun bisnis trader untuk memasok minyak kepada Petral.
Disinilah Riza meraup keuntungan fantastic, karena mampu mengkoordinir para trader lain dan modal import digelontorkan oleh Pertamina. Kebutuhan Pertamina untuk Import minyak dan BBM per hari sebanyak 400.000 sd 500.000 barel, sebagai trader Riza Chalid digadang-gadang menerima fee sebesar 1 dollar US per barel.
Setiap hari Riza Chalid akan menerima 400.000 Dollar US. Modus operandi kejahatan import minyak dan BBM, karena tidak adanya transparansi Petral dan kejanggalan mekanisme import minyak dan BBM melalui pihak ketiga yaitu Riza Chalid, padahal Petral sebagai anak perusahaan Pertamina, dapat langsung bernegosiasi dengan produsen minyak dan BBM.
Dugaan mega korupsi import minyak dan BBM melibatkan Pertamina, Petral dan Riza Chalid serta para pejabat negara, adalah kejahatan yang terang benerang mengakibatkan rakyat semakin terpuruk dalam kemiskinan.
Keterlibatan Riza Chalid dalam kasus perampokan uang negara, juga terjadi pada kasus papa minta saham. Riza bersama Setnov menemui Presiden Freeport Maruf Syamsudin. Agenda pembicaraan menyangkut kebutuhan energi listrik Freeport, namun pembangunan pembangkit listrik ditawarkan kepada pihak swasta.
Setya Novanto kemudian menawarkan ada pihak swasta yang bersedia membangun pembangkit listrik untuk memenuhi kebutuhan listrik Freeport. Disela-sela pembicaraan, Setnov dengan mengatasnamakan presiden Jokowi dan Luhut, sebagai kompensasi dari pembangunan pembangkit listrik, meminta saham Freeport.
Tentu saja Presiden Freeport menyatakan keberatan, mengingat keputusan saham, menjadi otoritas owner.
Kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina-KKKS periode 2018-2023 yang melibatkan Muhammad Kerry Andrianto Riza, anak kandung Mohammad Riza Chalid, menjadi pintu masuk untuk mengungkap, mega korupsi yang diduga melibatkan “God Father” Riza Chalid.
Kasus ini menjadi ujian professionalism Kejagung, yang akhir-akhir ini dianggap sebagai institusi hukum pembongkar kasus besar korupsi. Kejagung jangan lagi bermain-main untuk meraup keuntungan dalam kasus Reza Chalid. Terlebih lagi diketahui, Reza Chalid kerapkali mangkir untuk memenuhi panggilan aparat hukum. Sikap Riza Chalid tersebut, sebagai bentuk pelecah terhadap penegak hukum yang dianggap mudah disogok.
Sri Radjasa MBA
-Pemerhati Intelijen











