Jakarta, Indonesiawatch.id – Komunikolog Indonesia, Emrus Sihombing, mengatakan, suka atau tidak stigma pemecatan akan melekat pada Joko Widodo (Jokowi) dan keluarganya sampai kapanpun.
“Tidak bisa hilang dengan upaya komunikasi politik apapun,” kata Emrus pada Rabu, (18/12).
Baca juga:
Pengamat: Dampak Komunikasi Politik Jokowi Sirna Pascadipecat PDIP
Pasalnya, lanjut dia, akan terus melekat pada peta kognisi masyarakat Indonesia bahwa sekalipun pernah menjabat Presiden dua periode, sebagai capaian maksimal sesuai konstitusi Indonesia.
“Ternyata mendapat Surat Keputusan pemecatan oleh partai yang membesarkannya, yaitu PDIP. Ini akan terus beban komunikasi politik bagi Jokowi dan keluarga ke depan,” ujarnya.
Selain itu, label dipecat yang melekat pada diri Jokowi tersebut akan membuat posisi tawar dirinya melemah ketika ingin bergabung dengan partai lain, seperti dengan Gerindra, Golkar, NasDem, dan PAN.
Menurutnya, walaupun Jokowi diterima sebagai anggota atau kader sebuah partai politik lain, label pecat akan menjadi beban komunikasi politik bagi Jokowi ketika terjadi proses politik antarindividu dan antarfaksi di internal partai Jokowi nantinya bernaung.
“Tentu, jika Jokowi masuk ke sebuah partai. Lagi pula, sampai saat ini saya belum melihat ada partai papan atas secara kelembagaan yang memohon kepada Jokowi agar masuk ke partainya dan ditempatkan di posisi strategis yang bisa memengaruhi keputusan partai,” ujarnya.
Paling juga, kata Emrus, pihak partai mengatakan standart, yaitu bersedia menerima siapapun yang mau masuk ke partai asal sesuai dengan AD/ART partai.
“Oleh karena itu, hanya satu dari tiga kemungkinan yang bisa dilakukan oleh Jokowi ke depan,” katanya.
“Pertama, menggantikan Gibran Ketua Umum PSI. Apa mungkin? Kedua, mendirikan partai baru, misalnya Partai Pro Jokowi (Projo). Ketiga, full waktu bersama keluarga dan bermain dengan cucunya,” ujar Emrus.
Khusus yang kedua, yakni mendirikan partai baru membutuhkan biaya yang sangat-sangat mahal. Pertanyaan kritikalnya, lanjut dia, apakah Jokowi sudah memiliki dana yang sangat-sangat besar itu?
“Selain itu, dengan nama Partai Projo, akan terjadi pengultusan sosok Jokowi, yang berpeluang menjadi partai sentralistik, yang tidak sejalan dengan keberagaman pemikiran setiap manusia,” tandasnya.
[red]