Mengkaji Penyediaan Tiga Juta Rumah Program Unggulan Prabowo HIPPDA: Selain Ancaman Saksi, Pemeritah Perlu Sosialisasi Ulang BUMN & Kontraktor EPC Agar Tak Langgar TKDN MA Tunggu Surat Kejagung soal Ketua PN Surabaya Rudi Suparmono Rakernas Kejaksaan Soroti Pemulihan Aset BLBI Puluhan Triliun Kejagung Sita Uang Rp21 Miliar dari Hakim Rudi Suparmono Kejagung Tahan Hakim Rudi Suparmono

Opini

Tujuh Logika Keliru Megawati Atas Program Makan Bergizi Gratis

Avatarbadge-check


					Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri (Foto: kompas.id). Perbesar

Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri (Foto: kompas.id).

Jakarta, Indonesiawatch.id – Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum PDI Perjuangan, baru-baru ini menarik perhatian publik dengan kritiknya terhadap program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dicanangkan oleh Presiden Prabowo Subianto.

Dalam pidatonya pada acara peluncuran buku Todung Mulya Lubis (12/12), Megawati menyoroti anggaran sebesar Rp10.000 per porsi untuk program tersebut, yang dinilainya tidak memadai mengingat kenaikan harga bahan pangan saat ini.

Baca juga:
Airin Ditunjuk-tunjuk Megawati di Depan Ratusan Kader PDIP

“Kuhitung Rp10.000 toh apa yo, apalagi sekarang harga naik. Mas Bowo (Prabowo), kalau dengar ini, tolong deh suruh dihitung lagi,” ujar Megawati.

Kritik Megawati Soekarnoputri terhadap anggaran program MBG mengandung beberapa kekeliruan logika yang dapat dianalisis.

Pertama, generalisasi berlebihan. Megawati berargumen bahwa anggaran Rp10.000 per porsi tidak cukup untuk menyediakan makanan bergizi. Dengan contoh bahwa hanya akan menghasilkan makanan sederhana seperti tempe.

Namun, ia mengabaikan fakta bahwa anggaran tersebut adalah rata-rata dan dapat bervariasi tergantung pada lokasi dan pengelolaan sumber daya lokal. Dengan demikian, mengeneralisasi bahwa semua daerah tidak dapat memenuhi kebutuhan gizi dengan anggaran tersebut adalah sebuah kekeliruan logika.

Kedua, mengabaikan konteks pengadaan. Dalam kritiknya, Megawati tidak mempertimbangkan model pengadaan yang digunakan dalam program ini. Dimana bahan baku akan disuplai langsung dari petani dan nelayan setempat.

Hal ini dapat menurunkan biaya produksi dan memungkinkan penyediaan makanan bergizi meskipun dengan anggaran yang lebih rendah. Mengabaikan konteks ini menunjukkan kurangnya pemahaman tentang bagaimana program tersebut direncanakan untuk beroperasi secara efisien.

Ketiga, argumentasi berdasarkan pengalaman pribadi. Megawati menggunakan pengalaman pribadinya sebagai seorang tukang masak untuk mendukung argumennya.

Meskipun pengalaman pribadi bisa menjadi indikator, ia tidak menyajikan data studi yang mendukung klaim bahwa Rp10.000 per porsi tidak memadai di seluruh Indonesia. Ini menciptakan kesan bahwa argumennya lebih bersifat subjektif daripada berbasis pada analisis data yang objektif.

Keempat, tidak mempertimbangkan variabilitas biaya di berbagai daerah. Kritik Megawati juga tampak mengabaikan fakta bahwa biaya hidup dan harga bahan pokok bervariasi di setiap daerah.

Misalnya, di beberapa daerah, Rp10.000 mungkin cukup untuk menyediakan makanan bergizi. Sementara di daerah lain mungkin tidak. Mengabaikan variabilitas ini dapat menyebabkan kesimpulan yang salah mengenai kelayakan anggaran.

Kelima, mengabaikan tujuan program. Kritik Megawati sepertinya tidak sepenuhnya mempertimbangkan tujuan program MBG, yaitu untuk memberikan akses makanan bergizi kepada anak-anak dan kelompok rentan lainnya.

Fokus pada angka tanpa melihat pada dampak sosial dan kesehatan jangka panjang dari program ini dapat dianggap sebagai kekeliruan dalam memahami konteks kebijakan publik yang lebih luas.

Keenam, konteks sejarah. Salah satu kekeliruan dalam kritik Megawati adalah kurangnya refleksi terhadap kebijakan-kebijakan yang pernah diterapkan selama masa pemerintahannya.

Banyak pihak mengingat bahwa di era kepemimpinannya, ada program-program yang serupa namun tidak selalu didukung dengan anggaran yang memadai atau pelaksanaan yang efektif.

Ketujuh, tidak ada saran alternatif. Megawati Soekarnoputri tidak secara eksplisit memberikan alternatif anggaran yang jelas untuk program MBG dalam kritiknya.

Namun, ia menyarankan agar Presiden Prabowo Subianto meninjau ulang anggaran Rp10.000 per porsi yang dianggapnya tidak realistis, terutama mengingat kenaikan harga bahan pokok saat ini.

Jadi, kritik Megawati terhadap anggaran MBG menunjukkan beberapa kekeliruan logika, terutama dalam hal generalisasi berlebihan, pengabaian konteks pengadaan, dan penggunaan pengalaman pribadi sebagai dasar argumen.

Untuk evaluasi yang lebih komprehensif, penting untuk mempertimbangkan data yang lebih luas dan konteks lokal dalam menilai efektivitas suatu program kebijakan publik.

Jika tidak, maka Megawati hanyalah sekadar seorang politisi yang sedang menggunakan momentum untuk mendapatkan pengaruh baru demi kepentingan politik 2029.

Tino Rahardian
-Sekretaris Jenderal Roemah Djoeang

Berita Terbaru

Mengkaji Penyediaan Tiga Juta Rumah Program Unggulan Prabowo

15 January 2025 - 20:03 WIB

HIPPDA: Selain Ancaman Saksi, Pemeritah Perlu Sosialisasi Ulang BUMN & Kontraktor EPC Agar Tak Langgar TKDN

15 January 2025 - 18:33 WIB

Ilustrasi TKDN Hulu Migas.

MA Tunggu Surat Kejagung soal Ketua PN Surabaya Rudi Suparmono

15 January 2025 - 15:39 WIB

Kejagung menahan hakim PT Sumsel, Rudi Suparmono, terkait kasus suap vonis bebas Ronald Tannur di PN Surabaya. (Indonesiawatch.id/Dok. Kejagung)

Rakernas Kejaksaan Soroti Pemulihan Aset BLBI Puluhan Triliun

15 January 2025 - 12:30 WIB

Menkeu Sri Mulyani dalam Rakernas Kejaksaan RI 2025. Salah satu yang disorot dalam rakernas ini adalah pemulihan aset BLBI. (Indonesiawatch.id/Dok. Kejagung)

Kejagung Sita Uang Rp21 Miliar dari Hakim Rudi Suparmono

15 January 2025 - 07:42 WIB

Kejagung menyita uang sekitar Rp21 miliar dari hakim PT Sumsel, Rudi Suparmono, terkait suap vonis bebas Ronald Tannur di PN Surabaya. (Indonesiawatch.id/Dok. Kejagung)
Populer Berita Hukum