Jakarta, Indonesiawatch.id – Gerakan Kesejahteraan Nasional (Gekanas) menggugat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta. Gugatan diajukan pada tanggal 2 September 2025 dengan nomor perkara 286/G/2025/PTUN-Jkt.
Gekanas menggugat Bahlil karena mengeluarkan kebijakan yang tertuang di dalam Kepmen ESDM No. 188.K/TL.03/MEM.L/2025. Beleid ini mengatur tentang Pengesahan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Tahun 2025 sampai dengan Tahun 2034.
Sebelumnya, Gekanas juga sudah mengirimkan surat keberatan dan penolakan atas Kepmen ESDM No.188 tersebut kepada Menteri ESDM pada tanggal 16 Agustus 2025.
Menurut Presidium Gekanas, Abdul Hakim, kebijakan Bahlil tersebut berbahaya, karena memberikan porsi pembangunan dan pengelolaan pembangkitan tenaga listrik kurang lebih 73% dari total penambahan 69,5 GW. Durasinya hingga 10 tahun kepada pihak Independen Power Producer (IPP).
Menurutnya, pemberian porsi ini bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi perkara nomor 39/PUU-XXI/2023. Putusan ini menegaskan bahwa sistem pemisahan atau unbundling usaha penyediaan tenaga listrik menjadi usaha pembangkitan, transmisi, distribusi, dan penjualan sebagai inkonstitusional.
Kebijakan Bahlil tersebut dapat menyebabkan pembelian listrik dari Independent Power Producer (IPP), semakin meningkat. Pada tahun 2024 secara total Pemerintah memberikan subsidi dan kompensasi listrik sebesarlebih dari 177 Triliun rupiah.
Karena itu, menurut Abdul, kebijakan Bahlil hanya akan meningkatkan beban negara yang semakin berat karena pemberian subsidi dan kompensasi kepada PT PLN (Persero) yang semakin tinggi. Ini menambah tren pemberian “uang segar” untuk listrik naik dari tahun ke tahun.
Menurut Abdul, tenaga listrik telah secara konsisten dinyatakan oleh Mahkamah Konstitusi Negara Republik Indonesia termasuk kedalam cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan mengusasi hajat hidup orang banyak dan oleh karena itu harus dikuasai oleh Negara.
Sejalan dengan Asta Cita Presiden Prabowo yaitu kemandirian dan kedaulatan bangsa, khususnya dalam energi, oleh karena itu pengelolaan penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum yang terdiri dari Pembangkitan Tenaga Listrik, Transmisi Tenaga Listrik, Distribusi Tenaga Listrik dan Penjualan Tenaga Listrik haruslah tetap dilaksanakan secara terintegrasi dan dikuasai oleh Negara.
Gekanas menilai bahwa Kepmen ESDM No. 188/2025 adalah bentuk nyata pembangkangan konstitusi oleh Pejabat Negara karena bertentangan dengan Putusan MK perkara nomor 39/PUU-XXI/2023.
Aturan yang dibuat Bahlil juga bertentangan dengan setidaknya 4 Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB) yaitu Asas Kepastian Hukum, Asas Tidak Menyalahgunakan Kewenangan, Asas Kemanfaatan dan Asas Kecermatan.
“Kepmen tersebut berpotensi menaikan tarif listrik kepada masyarakat atau setidaknya berpotensi makin meningkatnya subsidi dan kompensasi dari APBN,” ujar Abdul, dalam keterangan resminya, (03/09).
Gekanas sendiri adalah aliansi yang terdiri dari sekurang-kurangnya 18 (delapan belas) Serikat Pekerja/Serikat Buruh, Federasi Serikat Pekerja, Advokat, Praktisi dan Peneliti Perburuhan yang bertujuan untuk memastikan kebijakan-kebijakan Pemerintah berorientasi kepada kepentingan dan kesejahteraan Masyarakat Indonesia.
Gekanas adalah satu-satunya pihak yang menjadi pemohon Judicial Review untuk pengajuan Materiil Pasal 42 dalam UU No.6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang yang mengubah sebagian UU No. 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan dengan nomor perkara 39/PUU-XXI/2023.
[red]










