Jakarta, Indonesiawatch.id – Sikap tertutup dan gamangnya Direksi PT PGN Tbk (PGAS) dan PT Pertamina (Persero) sebagai holding atas bola panas gagal suplai, terhadap kontrak pengiriman LNG ke Gunvor Singapura, mudah terbaca.
PGN dengan Pertamina terkesan lagi adu taktik dan strategi soal menyelesaikan kegagalan suplai LNG ke Gunvor. Jika salah langkah, risikonya bisa terseret anncaman hukum pidana korupsi di kemudian hari.
Baca juga:
Direksi Pertamina Holding Ikut Berperan di Kontrak Kargo LNG PGN dengan Gunvor Singapura
Sebab, sudah lebih setahun sejak pergantian dua direksi PGN pada RUPST pada 30 Mei 2023 sampai saat ini, belum terlihat upaya mitigasi untuk mengurangi resiko rugi besar yang akan dialami PGN. Yaitu akibat salah dalam menetapkan harga jual LNG didalam MSPA dan CN terhadap Gunvor kala itu.
Direksi PGN baru seharusnya segera meminta pendapat hukum ke aparat penegak hukum dan BPK. Untuk mencari solusi atas kesalahan kesepakatan harga di kontrak LNG PGN dengan Gunvor.
Faktanya, PGN masih belum mengirim LNG ke Gunvor Singapura sesuai perjanjian. Kata Sekretaris Perusahaan PGN Fajriyah Usman, PGN masih terus komunikasi intesif.
“Sampai saat ini PGN masih terus melakukan komunikasi intensive dengan Gunvor terkait hal tersebut. Termasuk mencermati lingkungan bisnis energi yang dinamis sesuai situasi geopolitik global yang sangat mempengaruhi kondisi supply demand atas kontrak,” ujarnya kepada Indonesiawatch.id, (27/08).
Seorang mantan petinggi Pertamina, mempertanyakan proses komunikasi PGN dan Gunvor yang berlarut-larut. “Kan lucu sudah lebih setahun masih tahap komunikasi, apa benar seperti itu?” katanya kepada Indonesiawatch.id, (31/08).
Baca juga:
Kesepakatan Jual-Beli LNG antara PGN & Gunvor, Atur Denda Off-Spec 70% dan Gagal Kirim 130%
Lanjut sumber, munculnya persoalan kontrak LNG PGN dengan Gunvor Singapura menggambarkan bahwa dua direksi PGN yang saat itu menjabat, terbukti tidak berkompeten.
Seperti diketahui, pada saat tanda tangan kontrak, Direktur Utama PGN adalah M Haryo Yunianto dan Direktur Strategi dan Pengembangan Bisnis PGN yaitu Heru Setiawan.
Lebih parahnya lagi, kata sumber itu, tidak kompetennya para direksi PGN malah didukung oleh Direksi Pertamina sebagai Holding. “Kan waktu tanda tangan MSPA dan CN, dihadiri salah satu direksi Pertamina Holding. Itu bisa diklaim [Pertamina] menyetujui deal ini,” ujarnya.
Menurutnya, munculnya persoalan kontrak Gunvor dan PGN juga dipengaruhi buruknya kepemimpinan direksi PGN dan direksi Pertamina sebagai holding.
“Bandingkan dengan kontrak LNG dengan Corpus Christi Amerika. Proyeknya malah untung besar, itu menunjukkan kompetensi dan kualitas leadership yang sangat jauh berbeda. Case Gunvor bukan hanya masalah teknis bisnis, tapi leadership,” ujarnya.
Baca juga:
Ini Tanggapan DPR atas Gagal Kirim LNG dan Liabilitas PGN ke Gunvor
“Nah, yang buat untung saja bisa dipenjara seperti Karen Agustiawan, apalagi ini [kasus kontrak PGN dan Gunvor], jelas-jelas rugi.”
Kecuali, sumber melanjutkan, muncul kembali peristiwa seperti pandemi Covid 19 seperti tahun 2020 dan 2021. Ketika itu, harga energi di seluruh dunia terjun bebas.
“Disitulah muncul peluang PGN bisa dapat harga LNG murah. Jika tidak, maka bisa dikatakan pasti nanti berpotensi kuat bermasalah hukum di kemudian hari,” katanya.
Bersambung ke halaman selanjutnya