Menu

Dark Mode
Perubahan Paradigma Stratifikasi Sosial Pemicu Korupsi di Indonesia Revisi 4 Pilar MPR dalam Rangka Pelurusan Pemahaman Jati Diri Bangsa Indonesia Kuda Troya Belanda & Martabat Kedaulatan Indonesia Layar Sinema Australia Kembali Hadir di FSAI 2025 Wajah Baru Koperasi Desa Merah Putih Ekonomi Kerakyatan dengan Pendekatan Topdown Pakar Hukum Pidana: Sudah Benar SP3 Kasus Dugaan Eksploitasi Mantan Pekerja Sirkus OCI

Opini

Bank Indonesia Bukan Korporasi, Kasus Korupsi CSR BI & Ralat Tersangka KPK

Avatarbadge-check


					Agustinus Edy Kristianto. Perbesar

Agustinus Edy Kristianto.

Jakarta, Indonesiawatch.id – ‘CSR’ itu kode. Tanda kutip. Bank Indonesia (BI) bukan perusahaan komersial, jadi tidak ada yang namanya Corporate social responsibility (CSR) dalam pengertian korporasi.

Ingat, ini Republik Bansos (Bantuan Sosial). Bukan hanya wong cilik yang butuh, pejabat juga butuh. Mungkin malah lebih banyak jumlahnya.

Baca juga:
KPK Diduga Tetapkan Anggota DPR Sebagai Tersangka Kasus CSR Bank Indonesia

Kalau pun mau ada alokasi yang berbau sosial dalam Anggaran Tahunan BI, harusnya lebih tepat merujuk pada nomenklatur Program Sosial Bank Indonesia dan Pemberdayaan Sektor Riil dan UMKM. Itupun wajib disetujui DPR. Pada tahun 2023, anggaran untuk kedua program ini sebesar Rp1,2 triliun.

Pertanyaannya, berapa persen anggaran itu dari laba BI? Sebentar. Orang sering salah kaprah. BI tidak memiliki laba. Yang ada adalah surplus, dan jumlahnya mencapai triliunan rupiah.

Pada tahun 2023, surplus BI (setelah pajak) tercatat sebesar Rp36,3 triliun. Jadi, Rp1,2 triliun untuk program sosial itu hanya sekitar 3% dari total surplus. Melihat ke belakang, tahun 2007-2008, ada dana Rp100 miliar di Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI).

Sebesar Rp65 miliar digunakan untuk dana bantuan hukum sejumlah pejabat BI yang terlibat kasus hukum, sementara Rp35 miliar diberikan kepada anggota DPR RI untuk urusan amendemen UU Bank Indonesia.

Saya pertama kali menulis soal skandal ini di Media Indonesia. Setelah itu, ICW membuat laporan resmi ke KPK, dan saya ingat sejumlah dokumen penting terkait skandal ini bahkan menjadi bahan tesis kawan saya di Pascasarjana Fakultas Hukum UI.

Baca juga:
Segini Harta Kekayaan Gubernur Bank Indonesia Yang Kantornya Digeledah KPK

Lalu ada kasus cek pelawat dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior BI tahun 2004 Miranda Gultom. Jumlahnya Rp24 miliar. Kasus ini diungkap oleh anggota DPR, Agus Condro.

Artinya, sejarah membuktikan bahwa korupsi bukan barang baru di BI. Sejarah juga menunjukkan bahwa BI adalah ‘sahabat’ DPR RI dalam berbagai urusan perkara seperti yang telah disebutkan di atas. Pertanyaannya, sekarang bagaimana?

Menurut saya, dunia tidak banyak berubah. DPR tetap bertaji dengan kewenangannya yang besar, terutama dalam urusan seleksi pejabat BI. Siapa saja mereka? Gubernur, deputi gubernur senior dan para deputi gubernur.

Berita Terbaru

Perubahan Paradigma Stratifikasi Sosial Pemicu Korupsi di Indonesia

14 May 2025 - 10:11 WIB

Sri Radjasa MBA (Pemerhati Intelijen).

Revisi 4 Pilar MPR dalam Rangka Pelurusan Pemahaman Jati Diri Bangsa Indonesia

12 May 2025 - 08:38 WIB

Revisi 4 Pilar MPR-RI dalam Rangka Pelurusan Pemahaman Jati Diri Bangsa Indonesia

Kuda Troya Belanda & Martabat Kedaulatan Indonesia

11 May 2025 - 16:17 WIB

Wajah Baru Koperasi Desa Merah Putih Ekonomi Kerakyatan dengan Pendekatan Topdown

5 May 2025 - 09:49 WIB

Ilustrasi Koperasi Merah Putih (Gambar: bungko.id)

Pakar Hukum Pidana: Sudah Benar SP3 Kasus Dugaan Eksploitasi Mantan Pekerja Sirkus OCI

3 May 2025 - 12:54 WIB

Pengamat dan staf pengajar pada Fakultas Hukum Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar. (Foto: independensi.com)
Populer Berita Hukum