Jakarta, Indonesiawatch.id – WALHI se-Sulawesi, yang terdiri dari WALHI Sulawesi Tengah, WALHI Sulawesi Barat, WALHI Sulawesi Tenggara dan WALHI Sulawesi Selatan, meminta Presiden Prabowo Subianto moratorium izin tambang, khususnya nikel, di Pulau Sulawesi.
Paralel dengan moratorium tambang, pemerintah perlu melakukan audit lingkungan dan sosial di semua izin tambang yang beroperasi di Sulawesi. Karena kehadiran tambang, justru menimbulkan dampak lingkungan dan konflik dengan masyarakat adat dan lokal.
Baca juga:
Laporan Dugaan Kasus Korupsi Tambang Anak Usaha Harita Tak Jelas Statusnya di Kejati Sultra
WALHI se-Sulawesi juga meminta Prabowo agar membatalkan proyek Sulawesi Palm Oil Belt dan memoratorium penerbitan izin dan pembangunan PLTU Kawasan industri.
“Revisi Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 Tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik,” ujar Muhammad Al Amien, Direktur Eksekutif Walhi Sulawesi Selatan.
Dalam keterangannya, Amie juga mendesak Prabowo agar mencabut Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2023 tentang Ekspor Pasir Laut dan Peraturan Menteri Perdagangan Tentang Ekspor Pasir Laut.
WALHI se-Sulawesi berharap rezim Prabowo dapatt menjadi antitesa pemerintahan Joko Widodo. “Prabowo Subianto harus menjadi Presiden yang bisa menjawab persoalan-persoalan masyarakat. Presiden yang berpihak pada rakyat dan lingkungan, khususnya di Pulau Sulawesi,” ujar Amien.
WALHI se-Sulawesi meyakini, bahwa Prabowo mengetahui persoalan yang terjadi di Sulawesi. Dan memahami akar masalah atas perusakan lingkungan dan pemiskinan masyarakat di Pulau Sulawesi.
“Maka dari itu, kami mendesak Prabowo untuk berani menjadi solusi dari persoalan yang terjadi di Sulawesi dan konsisten terhadap pernyataannya. Kami akan terus mengawal pemerintah Prabowo dan akan terus mengkritik kebijakannya, terutama bila berpotensi menambah kerusakan lingkungan dan memiskinkan masyarakat di Pulau Sulawesi,” ujarnya.
Baca juga:
Anak Usaha Harita Dapat IUPK & RKAB Meski Negara Melarang, Eks Pimpinan KPK: Sepertinya Ada Beking
WALHI se-Sulawesi menilai akibat kebijakan Jokowi selama 10 tahun, krisis ekologi akibat penghancuran lingkungan terjadi sangat masif di Pulau Sulawesi. Dari temuan WALHI, banyak hutan hujan dihancurkan, sungai-sungai tercemar lumpur dan logam berat, udara dicemari polusi, hingga pesisir laut juga tercemar limbah pabrik dan lumpur tambang.
Selain itu, kata Amien, kota-kota di Pulau Sulawesi juga dikotori oleh sampah. “Kondisi-kondisi tersebut atau penghancuran lingkungan ini terjadi karena selama lima tahun terakhir, Joko Widodo memberikan kemudahan izin bagi pengusaha untuk membangun dan mengembangkan bisnis ekstraktif di Pulau Sulawesi,” katanya.
Sementara sistem perlindungan lingkungan dan sosial negara terus diturunkan. “Bagi kami, kebijakan Jokowi Ini sama halnya dengan menghancurkan ekologi Pulau Sulawesi secara perlahan-lahan,” ujar Amien.
Perusakan lingkungan hidup di Pulau Sulawesi akibat kebijakan pembangunan yang ekstraktif ditambah lemahnya sistem perlindungan sosial lingkungan negara, tidak hanya menghancurkan ekosistem penting di Sulawesi, namun secara langsung ikut menghancurkan mata pencaharian masyarakat Sulawesi.
Baca juga:
Dilarang MK, MA dan PTUN Nambang, Kementerian ESDM Malah Terbitkan RKAB untuk Grup Usaha Harita
“Dan kami juga percaya bahwa penghancuran lingkungan yang terjadi di Pulau Sulawesi ini juga terjadi di semua pulau, provinsi di Indonesia,” ujarnya.
Selama 5 tahun terakhir, kata Amien, Indeks ekonomi di provinsi di Sulsel misalnya, tidak mengalami kenaikan yang signifikan. Malah yang terjadi jumlah penduduk miskin di Pulau Sulawesi terus meningkat dan terus mengalami kenaikan.
“Artinya, ekonomi ekstraktif yang dibangga-banggakan oleh pemerintahan Jokowi secara nyata hanya memberi manfaat dan keuntungan yang sangat besar bagi pengusaha. Sementara petani, nelayan, pedagang kecil dan perempuan hanya mendapat polusi, lumpur dan dampak negatif lainnya,” pungkasnya.
[red]