Kejagung Diduga Geledah Rumah Direksi Pertamina dan Subholding Subuh-Subuh? Marak TPPO, Wemenkum Prof Eddy‎: Tugas Pemasyarakatan dan Imigrasi Kian Berat Pak Bahlil, Masalah Impor Minyak Tidak Tergantung Beroperasinya RDMP Balikpapan Aceh Jadi Pusat Hilirisasi Gas Bumi dan Getah Pinus Pemerintah Siapkan Sejumlah Langkah ‎Antisipasi Bencana Cuaca Ekstrem di Jobodetabek Ditemukan Cadangan Gas Bumi di Sumur Geng North-1 Kaltim, SKK Migas: Jadi Game Changer

Energi

Wawancara Eksklusif Ketum HIPPDA: Pengawasan TKDN Hulu Migas Harus Didorong Hingga EPC & Subkon

Avatarbadge-check


					Ketua Umum Himpunan Pengusaha Pipa, Tubular, dan Aksesoris (HIPPDA) Irvan Prasurya Widjaya dan TKDN Hulu Migas. (Ist.) Perbesar

Ketua Umum Himpunan Pengusaha Pipa, Tubular, dan Aksesoris (HIPPDA) Irvan Prasurya Widjaya dan TKDN Hulu Migas. (Ist.)

Jakarta, Indonesiawatch.id – Sejak menjabat menjadi presiden ketujuh Indonesia, Joko Widodo sudah mendorong program Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Program ini dapat menghemat devisa negara karena menekan ketergantungan pada produk impor, hingga menciptakan lapangan kerja dan multiplier effect.

Hanya saja hampir 10 tahun berlalu, implementasi TKDN masih memiliki beberapa persoalan, khususnya TKDN hulu migas. Beberapa pabrikan lokal menilai pengurusan sertifkasi TKDN masih kurang mendukung percepatan program.

Baca juga:
Ini Pejabat Pertamina yang Pernah Dipecat Jokowi Karena Melanggar TKDN

Belum lagi, beberapa oknum EPC maupun Kontraktor proyek Migas yang masih hobi impor produk baja. “Karena harga murah mereka impor dari Cina. Tapi akhirnya dari Pertamina tidak approve dan harus balik lagi ke produk-produk dalam negeri,” ujar Irvan Prasurya Widjaya.

Untuk mendalami pelaksanaan program TKDN hulu migas dan persoalan yang muncul di sektor hulu Migas, redaksi Indonesiawatch.id melakukan wawancara mendalam dengan Ketua Umum Himpunan Pengusaha Pipa, Tubular, dan Aksesoris (HIPPDA) Irvan Prasurya Widjaya, (07/09/2024). Berikut petikannya:

Apa tujuan pembentukan Himpunan Pengusaha Pipa, Tubular, dan Aksesoris (HIPPDA) ini?
Tujuannya untuk menjadi tempat dan wadah seluruh anggota pabrikan supaya saling berkomunikasi, berkolaborasi, bersinergi dan berkonsultasi bersama, dalam pengadaan barang di Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS), EPC kontraktor dan lainnya.

Dimana kita bisa meningkatkan kapasitas produksi produk dalam negeri. Untuk mewujudkan dan memproduksi produk yang unggul dan berkualitas. Jadi kapasitas produksi anggota kita per tahun, tubular goods itu 90.000 metrik ton per tahun. Untuk fitting sebesar 4.000 metrik ton per tahun, flenge 3.500 metrik ton per tahun.

Apa misi HIPPDA?
Jadi misi himpunan ini adalah untuk mendorong pemanfaatan produk-produk dalam negeri. Supaya kita bisa bersinergi dengan usaha mikro kecil di Indonesia. Karena kita nggak bisa ngerjain sendiri juga. Misalnya dengan UMKM pabrik bubut, kita bisa berbagi pekerjaan dengan UMKM.

Ilustrasi TKDN hulu migas.

Ilustrasi TKDN hulu migas

Bisa menciptakan multiplier effect juga akhirnya?
Menciptakan banyak lapangan pekerjaan untuk rakyat Indonesia. Jadi bukan hanya impor-impor terus, yang untungkan pabrik luar negeri.

Saat ini anggota HIPPDA ada berapa banyak?
Baru 5 perusahaan yang bergabung. Karena memang HIPPDA baru berdiri di tanggal 2 Mei 2024 dibentuk. Nantinya dari PT Rainbow Tubulars Manufacture di Batam juga mau join, Elnusa Fabrikasi mau join juga. Dan ini mendukung produk dalam negeri.

Bagaimana pelaksanaan TKDN di sektor migas Indonesia saat ini?
Kalau untuk projek Migas sudah wajib menggunakan produk di dalam negeri. Dimana range TKDN-nya 25% ataupun 40%. Lalu untuk panas bumi, geotermal, masih disarankan dan belum diwajibkan. Misalnya Pertamina Geotermal Energi, Star Energi, Geodipa. Itu kan disarankan hanya menggunakan produk dalam negeri. Tapi belum wajib. Memang kalau geotermal panas bumi, bukan SKK migas. Dia ada di EBTKE. Kita sudah dorong juga dari situ. Mudah-mudahan bisa dibuat regulasi produk-produk lokal dalam negeri wajib digunakan. Karena produk lokal ini memang spek-nya masih Carbon steel & Baja Tahan Karat . Kalau untuk special spesifiksi Stainless steel duplex, dan alloy steel masih terbatas.

Kita dorong pemanfaatan dalam negeri, saat ini kan baru migas yah. Dan panas bumi disarankan. Ke depannya kita harapkan seluruh projek di dalam negeri, karena ada project swasta, dimana mereka masih jarang pakai produk dalam negeri. Mereka mikirnya yang penting murah, impor dari China, Taiwan, India. Projek swasta masih melakukan itu.

Apakah harga produk dalam negeri bisa kompetitif dibandingkan impor?
Sebenarnya harga produk Indonesia lebih murah dari brand Korea Selatan dan Jepang. Tapi saat ini masih belum bisa bersaing dengan harga Cina dan India. Tapi kalau brand korea, Jepang, Eropa, harga bisa bersaing, bahkan lebih murah 30%

Kalau di beberapa proyek migas itu kan, ada yang tidak boleh brand Cina dan India. Produk kita pasti lebiih murah dari Brand Jepang dan Eropa. Lebih diuntungkan juga dari sisi harga. Cuma memang kalau projek swasta, misalnya bikin pabrik minyak goreng, pabrik makanan, tambang-tambang swasta, mereka nggak wajib menggunakan produk dalam negeri. Itu yang sangat disayangkan.

Baca juga:
Pengamat Energi: Kualifikasi Pabrikan Dalam Negeri Semakin Siap untuk Penuhi TKDN Hulu Migas

Program TKDN ini kan tidak ada batasan Swasta atau BUMN?
Perindustrian dan sektor migas sama EBTKE, yang TKDN. Kalau untuk projek swasta di sektor industri, belum mem-protect. Kita kemarin dorong dari Kementerian Perindustrian untuk kuota-kuota impor yang diajukan untuk baja ini, diperkecil keran impornya. Paling kita jaga di masalah kuota impor. Untuk industri baja.

Apa masalahnya di kuota impor ini?
Karena kalau dikasih kuota banyak, pasti akan impor terus. Dan kemarin juga kita sudah sarankan hold kontraktor-kontraktor. Kalau bisa kontraktor dikasih kuota impor. Karena kadang agak nakal. Misalnya kontraktor A menang di BUMN. Ini kejadian riil yah dan baru terjadi. Pada saat tender mereka bilang, kita menggunakan produk dalam negeri, TKDN sekian. Paling tinggi dari yang lain. Faktual setelah dapat projek, mereka malah impor dari Cina.

Misalnya projek MIGAS di Pertamina. Produk penggunaan dalam negeri ini yang pertama harus mengacu APDN (Apresiasi Produk Dalam Negeri), yang berisi daftar barang yang diwajibkan. Kedua adalah AML, Approved Manufacturer List (AML) dari Pertamina. mereka bisa ngajuin impor. kalau pabrikan dalam negeri nggak bisa produksi material yg dibutuhkan tersebut, dan harus mengacu ke AML, yang brandnya Jepang ,Eropa, korea. Kalau di situ nggak ada juga, baru bisa ngajuin brand Cina.

Kalau kemarin ada Kontraktor project MIGAS yang agak nakal. Karena murah mereka impor dari Cina. Tapi akhirnya dari Pertamina nggak di approve. Harus balik lagi ke produk-produk dalam negeri. Karena barangnya standar carbon steel yang sudah bisa diproduksi oleh pabrikan dalam negeri

Anggota HIPPDA.

Kenapa bisa sampai kayak gitu? Kan sudah sepakat TKDN-nya di perjanjian kontrak?
Karena kontraktornya swasta. Mereka mau mencari profit lebih gede. Mencari barang yang murah. Tapi akhirnya sudah dihold. Karena dari Pertamina sudah bilang nggak bisa dari Cina. Jika ada product dalam negeri & sudah masuk dalam list APDN

Ada kasus lain yang lebih parah?
Ada kontraktor korea. AML-nya contoh brand produknya Jepang dan Eropa. Dan ada produk dalam negerinya. Tiba-tiba impor pipa dari Cina, sudah datang aja. Itu kejadiannya, dan Pertamina akhirnya mem-blacklist kontraktor tersebut. Nggak boleh ikut tender. Tapi pipanya sudah datang. Karena dari awal nggak ada pembicaraan, nggak ada pengajuan. Padahal produk dalam negeri ada, untuk barang tersebut. Kalau ketahuan memang bisa di black list, nggak bisa ikut tender.

Ada nggak aturan tentang kesepakatan TKDN KKKS dengan Kontraktor?
Kalau tender-tender KKKS, itu ada aturan dan regulasinya. Cuma kalau pembelian barangnya dari kontraktor, itu di luar kontrol. Tahu-tahu barangnya sudah ada. Entah barangnya darimana. Itu fungsi dari Pertamina atau KKKS, untuk melakukan inpeksi untuk barang material yang dibeli sama kontraktor. Dan sudah kita dorong. Semua pengadaan dari kontraktor, kalau bisa dari K3S, melakukan inpeksi juga. Dan melakukan asesmen. Misalnya, kontraktor kasih pekerjaan ke siapa saja dan pengadaan darimana saja. Diinpeksi barangnya.

Cuma kalau kontraktor punya kawasan berikat, itu dia yang mesti diperhatikan lagi, oleh Kementerian Perindustrian dan Kementerian perdagangan. Karena kontraktornya di Kawasan Berikat, mereka nggak perlu kuota impor. Misalnya di Batam atau ada juga di Cilegon, Kawasan Berikat.

Pernah terjadi kasusnya?
Kemarin kejadian juga KKKS swasta, ternyata pabrikannya punya workshop di Kawasan Berikat. Dan mereka bisa impor tanpa kuota impor, tanpa pengajuan lagi. Itu mesti kita diskusikan lagi. Mekanismenya harusnya seperti apa yah, regulasinya.

Dia bisa impor sesuka hati dong?
Iya, nggak perlu ngajuin kuota impor lagi ke Kemenperin.

Bersambung ke halaman selanjutnya

Berita Terbaru

Kejagung Diduga Geledah Rumah Direksi Pertamina dan Subholding Subuh-Subuh?

11 December 2024 - 20:30 WIB

Ilustrasi: Gedung Pertamina.

Marak TPPO, Wemenkum Prof Eddy‎: Tugas Pemasyarakatan dan Imigrasi Kian Berat

11 December 2024 - 19:29 WIB

Wamenkum Prof Eddy mengatakan, tugas imigrasi dan pemasyarakatan kian berat dengan maraknya TPPO dan perubahan paradigma hukum pidana. (Indonesiawatch.id/Dok. Kemenkum)

Pak Bahlil, Masalah Impor Minyak Tidak Tergantung Beroperasinya RDMP Balikpapan

11 December 2024 - 16:55 WIB

Samuel Rizal dan Menteri Bahlil Lahadalia serta istri, di kantor BKPM, Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (24/12) (Foto: Grid.ID / Annisa Dienfitri)

Aceh Jadi Pusat Hilirisasi Gas Bumi dan Getah Pinus

11 December 2024 - 16:08 WIB

Ilustrasi hilirisasi gas. (Indonesiawatch.id/Dok. Pertamina)

Pemerintah Siapkan Sejumlah Langkah ‎Antisipasi Bencana Cuaca Ekstrem di Jobodetabek

11 December 2024 - 14:19 WIB

Populer Berita Daerah