Temuan keempat, konversi formula ICP ke brent ternyata tidak mempertimbangkan trend. BPK menilai janggal, PGN mengkonversi Indonesian Crude Price (ICP) ke Brent dengan menggunakan data deviasi enam tahun ke belakang (2016-2021).
Padahal berdasarkan data deviasi selama enam tahun ke belakang, trend rata-rata deviasi ICP dengan Brent semakin menurun. BPK juga menemukan bahwa PGN dengan Gunvor tidak ada melakukan proses negosiasi harga sebelum kesepakatan.
Hal ini tidak lazim dilakukan dalam bisnis. Apalagi, berdasarkan pendalaman BPK, harga yang disepakati, sama dengan harga berdasarkan perhitungan awal.
Baca juga:
Dirut MIND ID Hendi Prio Didesak Diperiksa, KPK: Proses Penyidikan Sedang Berjalan
Temuan kelima, Direktur Strategi dan Pengembangan Bisnis PGN kala itu, Heru Setiawan berdalih tidak memahami konsekuensi dokumen Confirmation Notice (CN).
Kepada BPK, Heru mengatakan tidak mengetahui klausul-klausul dalam MSPA dan CN yang menjadi mengikat (binding) dan kedudukannya sama dengan Sales Purchase Agreement (SPA).
Hal ini janggal mengingat pengakuan ini muncul dari direktur perusahaan besar. Ditambah lagi nilai proyek mencapai triliunan rupiah.
Temuan terakhir, PGN ternyata tidak menetapkan upaya mitigasi risiko gagal supply ke Gunvor. Berdasarkan hasil konfirmasi BPK kepada Heru, PGN justru berupaya untuk mengarahkan agar dilakukan government act.
Dengan tujuan, bisa dilakukan unconditional termination, untuk menterminasi kontrak. Caranya dengan menggunakan surat KPK nomor R/1561/DIK.01.01/23/12/2022 tanggal 9 Desember 2022 kepada Dirut Pertamina, terkait penundaan pemindahan atas 6 kontrak LNG SPA PT Pertamina ke PGN.
[red]









