Penulis Opini: Sri Radjasa MBA (Pemerhati Intelijen)
Jakarta, Indonesiawatch.id – Atmosfer penegakan hukum, tidak saja dicemari oleh perilaku negatif jajaran eksekutor penegak hukum. Melainkan juga, kondisi buruknya penegakan hukum telah menjalar kepada jajaran kehakiman selaku pengemban tugas pemutus setiap perkara di meja hijau.
Hakim dengan kewenangan yang amat besar, sebagai pemutus setiap perkara pidana dan perdata, pada kenyataannya telah menjual kehormatan dan marwahnya demi mengejar kepentingan materi daripada demi menegakan keadilan.
Maka runtuhlah sendi-sendi kehidupan berbangsa bernegara yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila.
Perilaku hakim yang tidak terpuji, akhir-akhir ini marak memenuhi pemberitaan media massa dan menjadi pembicaraan di ruang public. Kasus korupsi CPO yang melibatkan sejumlah hakim PN Jakarta Pusat.
Lalu ada kasus suap yang melibatkan tiga hakim PN Surabaya dalam kasus Ronald tanur, kasus suap hakim PN Jakarta Barat dalam kasus korupsi walikota kediri, kasus Susila dan narkoba yang melibatkan hakim PN Gianyar.
Belum lagi prilaku hakim yang kasat mata telah mencederai rasa keadilan masyarakat seperti, tindakan hakim MA yang memenangkan mafia tanah dalam perkara sengketa rumah di Jl, Dr Sutomo Surabaya.
Kemudian tindakan hakim PN Jakarta Pusat dan hakim Pengadilan Tinggi Jakarta, diduga telah terima suap dari mafia perbankan yang melibatkan pejabat PT Bank UOB Indonesia, dalam kasus penggelapan, pemalsuan dokumen dan praktek bank illegal, sehingga mengakibatkan hilangnya asset nasabah berupa SHGB senilai lebih dari Rp 100 miliar.
Dalam kasus dugaan suap oleh PT Bank UOB Indonesia, telah mendorong Dewas MA melayangkan surat teguran kepada PN Jakarta Pusat.
Kasus terkini adalah tindakan hakim PN Jakarta Pusat yang sama sekali tidak menunjukan objektifitas dan profesionalitas dalam memimpin sidang kasus sengketa antara PT WKM dan PT Position.
Fakta dan bukti oleh penyidik polda maluku utara yang menyatakan telah terjadi tindak pidana pencurian nikel oleh PT Position di areal tambang PT WKM. Tetapi pihak polri, alih-alih menindak lanjuti bukti temuan polda maluku utara, justru mabes polri menindak dan menonaktifkan penyidik polda maluku utara.
Hal serupa dilakukan oleh hakim PN Jakarta Pusat yang mengabaikan fakta-fakta dilapangan dalam persidangan. Hakim nampaknya takut karena PT Position ditengarai ada backing orang nomor satu di polri.
Berbagai kasus ini telah disoroti pula oleh berbagai laporan media dan lembaga pemantau seperti Komisi Yudisial (KY), Indonesia Corruption Watch (ICW), dan Kejaksaan Agung.
Dihadapkan oleh realita rendahnya integritas moral dan profesionalisme hakim yang hanya menjadi centeng para oligarki dan taipan, hukum tunduk kepada siapa yang mampu membayar hakim.
Fenomena penegakan hukum yang tidak berkeadilan dan dapat berdampak kepada hilangnya kepercayaan publik terhadap Lembaga peradilan, dibutuhkan campur tangan Presiden untuk membentuk tim reformasi guna membasmi praktik jual beli hukum yang terjadi di lingkungan peradilan.
Reformasi institusi hukum dan peradilan, merupakan kebijakan mendesak, dalam rangka mereduksi bentuk eksploitasi Lembaga hukum dan peradilan oleh kekuatan politik tertentu.
Notes: Opini atau tulisan ini merupakan sepenuhnya tanggung jawab penulis