Jakarta, Indonesiawatch.id — Dalam upaya menuju energi berkelanjutan, Indonesia menetapkan target ambisius, yakni mencapai emisi nol bersih atau net zero emission (NZE) pada 2060.
Namun, studi kolaboratif yang dilakukan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat–Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI), Australian National University, The SMERU Research Institute (SMERU), dan Institute for Essential Services Reform (IESR) menemukan bahwa transisi energi tersebut berpotensi memperparah kondisi kelompok rentan.
Skenario emisi nol bersih menunjukkan pergeseran drastis dari batu bara ke energi terbarukan. Berdasarkan dokumen perencanaan strategis dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, proporsi energi terbarukan dalam sektor energi dan ketenagalistrikan ditargetkan 34%-85% pada 2050.
Tim peneliti dari LPEM FEB UI, ANU, IESR, dan SMERU menyimulasikan dampak dekarbonisasi sektor energi terhadap kesejahteraan kelompok rentan di masyarakat, khususnya rumah tangga yang dikepalai perempuan, rumah tangga yang memiliki anggota keluarga orang dengan disabilitas, dan rumah tangga dengan anak atau lansia.
Analisis yang menggunakan model ekonomi Global Change Assessment Model (GCAM) dan Almost Ideal Demand System (AIDS) tersebut tidak hanya mengukur dampak perubahan harga dan kesejahteraan, tetapi juga merumuskan opsi kebijakan fiskal untuk melindungi kelompok rentan.
Peneliti Utama SMERU, Asep Suryahadi menjelaskan bahwa hasil simulasi menunjukkan skenario NZE dapat meningkatkan kemiskinan dan ketimpangan secara signifikan dibandingkan dengan skenario referensi (tanpa kebijakan).
Rumah tangga yang memiliki anggota keluarga orang dengan disabilitas mengalami dampak kemiskinan paling besar, sementara rumah tangga yang dikepalai perempuan menghadapi penurunan ketimpangan terkecil.
Tim peneliti juga menyimulasikan dampak stimulus fiskal dalam merespons potensi peningkatan kemiskinan dan ketimpangan akibat transisi energi. “Hasilnya, stimulus fiskal atau cash transfer cukup efektif untuk membantu seluruh rumah tangga, termasuk rumah tangga rentan. Kebijakan ini bahkan mampu menurunkan tingkat ketimpangan hingga di bawah level pada skenario referensi,” ujar Asep.
Berdasarkan hasil stimulasi, tim peneliti menyampaikan tiga rekomendasi kebijakan: Pertama, perlunya perlindungan sosial yang menargetkan kelompok rentan dengan stimulus fiskal. Kedua, menggunakan pendapatan dari harga karbon untuk membiayai stimulus fiskal. Terakhir, mengintegrasikan aspek gender, disabilitas, dan inklusi sosial (GEDSI) ke dalam strategi transisi energi.