Jakarta, Indonesiawatch.id – Belum genap 90 hari menyaksikan pelantikan Presiden dan Wakil Presiden Indonesia terpilih, yang dihasilkan dari berbagai siasat bulus untuk memenangkan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, rakyat hari ini, Rabu, 27 November 2024, dipaksa berbondong-bondong menggunakan hak suaranya untuk memilih calon kepala daerah.
Padahal, pemilihan kepala daerah yang dilangsungkan secara serentak di Indonesia untuk pertama kalinya ini, tak lebih hanya sekadar formalitas demokrasi belaka. Sebab, seluruh kebijakan dan legitimasi hukumnya telah diatur oleh pemerintah pusat, di masa pemerintahan sebelumnya, yang hanya akan dilanjutkan oleh Prabowo sebagai komando tertinggi dalam pemerintahan saat ini.
Taksiran besarnya cengkeraman pemerintah pusat setelah hiruk-pikuk pilkada serentak usai, dapat dibaca dari dukungan terbuka Prabowo kepada calon kepala daerah tertentu.
Ironisnya, meskipun terang-terangan menyatakan keberpihakan kepada calon tertentu, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) memutuskan dukungan Prabowo sebagai pejabat negara tertinggi di Indonesia tersebut, tak melanggar aturan apapun.
Dengan alasan, video dan surat demi surat dukungan yang beredar di media sosial, dirilis pada saat hari libur.
Padahal, tindakan ini bertentangan dengan Pasal 71 ayat 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 yang menyatakan pejabat negara dilarang melakukan tindakan yang akan menguntungkan atau merugikan salah satu calon kepala daerah.
Cara-cara culas untuk memastikan kemenangan tersebut sebelumnya dilakukan oleh mantan Presiden Jokowi untuk memastikan kemenangan Prabowo-Gibran. Tindakan ini berbahaya mengingat ada kepentingan dari kekuatan modal yang sangat besar, yang melingkari pemerintahan Prabowo-Gibran.
Ini terbaca dalam berbagai indikator. Pertama, puluhan pebisnis dan konglomerat ekstraktif yang secara terang-terangan menyatakan dukungan suara ke Prabowo-Gibran, sesaat setelah pembentukan pasangan ini diumumkan untuk melaju ke ajang pemilihan presiden.
JATAM mencatat setidaknya ada 25 pebisnis, khususnya di sektor pertambangan, yang berada di barisan pendukung mereka. Kedua, dalam dokumen ‘Asta Cita’ yang berisi gambaran visi-misi setebal 88 halaman, kata ‘hilirisasi’ disebutkan sebanyak 18 kali dan menyandingkannya dengan industrialisasi.
Yang menjadi objek dari hilirisasi adalah seluruh sumber daya, mulai dari pertambangan, produk agro, hingga maritim. Seluruh sektor yang disebutkan dalam Asta Cita itu, terkait dengan bisnis yang dijalankan oleh para konglomerat yang berada di dalam lingkaran Prabowo-Gibran.
Seolah-olah hendak membuktikan kebenaran dari kedua indikator tersebut, usai dilantik sebagai presiden, Prabowo mengatakan akan melakukan swasembada energi. Ia juga mengatakan pentingnya melakukan hilirisasi.
Kurang dari sepekan setelah dilantik, pemerintahannya mengumumkan perluasan hilirisasi yang mencakup 28 komoditas baru, selain nikel. Komoditas itu mencakup timah, tembaga, besi baja, emas perak, batu bara, aspal buton, minyak bumi, gas bumi, kelapa, karet, getah pinus, udang, ikan TCT, rajungan, rumput laut, pasir silika, kobal, logam tanah jarang, kakao, pala, dan tilapia.