Jakarta, Indonesiawatch.id – Perluasan jabatan sipil untuk prajurit TNI aktif dikritik karena akan kembali menghidupkan dwifungsi ABRI pada era Orde Baru yang sudah direformasi. Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Maruli Simanjuntak angkat bicara.
Menurutnya, pihak-pihak yang khawatir dengan perluasan jabatan sipil untuk prajurit TNI dan mengkaitkannya dengan kemunduran demokrasi adalah kampungan. “Maaf ya, saya selalu mengatakan orang-orang seperti itu kampungan,” ujarnya seperti dikutip dari tayangan BRIGADE Podcast Kompas.com (21/12).
Baca juga:
Pemerintahan Prabowo & Kecemasan Stagnasi Reformasi TNI
Maruli mengatakan bahwa Indonesia sudah menjadi negara demokrasi. Saat ini semua orang bisa memantau kekuasaan.
“Sekarang tuh sudah semua pintu-pintunya sudah gak bisa lagi. Kita sudah negara demokrasi. Mau nunjuk-nunjuk Walikota, ya enggak bisa. Mau nunjuk Gubernur ya enggak bisa. Kan sudah jelas-jelas ada Pilkada,” ujarnya.
Menurutnya justru yang sering mengkritik tentang perluasan jabatan sipil untuk TNI berasal dari orang-orang yang takut bersaing. “Saya takutnya maaf ya, saya takutnya kadang-kadang orang, apakah dia takut posisi-posisinya ini ya. Enggak boleh gitulah. Maksudnya silakan belajar supaya kita bisa bersaing sehat,” kata Jenderal Bintang 4 ini.
Maruli mengatakan bahwa, justru jabatan di bidang pertahanan yang sering diambil orang masyarakat sipil.
“Dan kita enggak pernah complain. Sipil berapa kali sipil. Ada pernah kita sedikit pun bicara. Enggak ada. Kami enggak pernah sedikit pun loh bicara. Enggak pernah. Ya memang kebetulan didikan kami itu, perintah, yah perintah. Pegang. Saya pikir apa staf-staf di Kementerian Pertahanan juga banyak sipil,” ujarnya.
Bagi Maruli, setiap kesempatan harusnya dibuka untuk setiap orang. “Yang penting Saya bilang, kualitas penilaiannya baik. Kalau dikaitkan soal orde baru, kita dulu enggak ngerti juga Orde Baru, engak ngerti. Saya terakhir Kapten di Orba, tahunya apel malam, jaga, apel malam,” katanya.
Sebelumnya, rencana untuk merevisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia kembali dihidupkan. Meskipun DPR RI sudah sempat menolak sebelumnya.
Usulan ini muncul ketika Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin melakukan rapat kerja bersama Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Senin, 25 November 2024. Di revisi UU TNI terdapat beberapa hal yang dikritis masyarakat, salah satunya perluasan jabatan sipil yang bisa diduduki prajurit TNI.
Peneliti sektor keamanan SETARA Institute Ikhsan Yosarie menilai Pasal 47 UU TNI, yang isinya memperluas jabatan sipil yang dapat diduduki oleh prajurit aktif. Ia mengatakan saat ini jabatan non-militer yang bisa ditempati oleh prajurit TNI aktif sudah memadai sehingga tidak perlu diperluas lagi.
Lalu dalam draf revisi UU TNI, Pasal 47 ayat 2 tersebut diperluas dengan menambahkan frasa “jabatan lain sesuai dengan kebutuhan presiden”. “Dengan kalimat ‘tanpa ada batasan atau sesuai keinginan presiden’, tentu ini akan mengembalikan dwifungsi ABRI secara perlahan,” ujar Ikhsan, beberapa waktu lalu.
[red]











